Jalannya perang Perang_Korea

Peran Joseph Stalin dan Mao Zedong

Professor Shen Zhihua, yang menggunakan dana pribadinya untuk membeli arsip-arsip Kesatuan Soviet, banyak menemukan telegram-telegram antara Moskwa dengan Beijing sebelum perang dimulai. Berikut ini adalah ikhtisar singkat dari sejumlah telegram antara Mao dan Stalin.

  • Pada 1 Oktober 1950 Kim Il-sung mengirim telegram ke China, meminta campur tangan militer. Pada hari yang sama, Mao Zedong menerima telegram Stalin, yang juga meminta China mengirim pasukan ke Korea.
  • Pada 5 Oktober 1950, di bawah tekanan Mao Zedong dan Peng Dehuai, Komite Pusat Komunis China memutuskan untuk melakukan campur tangan militer di Korea.
  • Pada 11 Oktober 1950 Stalin dan Zhou Enlai mengirim telegram yang ditandatangani bersama kepada Mao, yang menyatakan:
  1. Tentera China yang dikirimkan kurang persiapan dan tidak dilengkapi Kereta kebal dan artileri; dibutuhkan waktu dua bulan sebelum bantuan perlindungan udara sampai di sana.
  2. Dalam jangka waktu satu bulan, Tentera dengan perlengkapan memadai harus sudah siap di posisinya masing-masing; bila tidak, maka pasukan AS akan berjalan lebih jauh ke utara dan mengalahkan Korea Utara.
  3. Pasukan dengan perlengkapan yang memadai harus dikirim ke Korea dalam jangka waktu enam bulan, bila lebih, maka Korea Utara diperkirakan telah diduduki AS, sehingga bantuan Tentera akan sia-sia.
  • Pada 12 Oktober 1950, pukul 15:30 waktu Beijing, Mao mengirim telegram kepada Stalin melalui duta besarnya: Saya setuju dengan keputusan Anda (Stalin dan Zhou).
  • Pada 12 Oktober 1950, pukul 22:12 waktu Beijing, Mao mengirim telegram lain: Saya setuju dengan telegram 10 Oktober, pasukan saya akan tetap di tempatnya, saya telah mengeluarkan perintah untuk menunda rencana ke Korea.
  • Pada 12 Oktober 1950, Stalin mengirim telegram ke Kim Il-sung, mengatakan: Tentera Rusia dan China tidak akan datang.
  • Pada 13 Oktober, duta besar Rusia di Beijing mengirim telegram kepada Stalin, mengatakan: Mao Zedong telah memberitahu kepadanya bahawa Komite Pusat Komunis China telah menyetujui keputusan pengiriman pasukan ke Korea.[28]

Korea Utara menyerang (Jun 1950)

Meskipun PBB menerima banyak pesan yang memberitahu bahawa Korea Utara akan melakukan invasi, PBB menolak semuanya. Sebelum perang, pada awal tahun 1950, perwira CIA stasiun China Douglas Mackiernan menerima ramalan perisikan China dan Korea Utara yang meramalkan bahawa Tentera Utara akan menyerang ke Selatan.

Dengan alasan membalas provokasi Korea Selatan, Tentera Korea Utara (Tentera Utara) menyebrangi garis selari ke-38, dibantu tembakan artileri, Minggu pagi tanggal 25 Jun 1950.[7] Tentera ini mengatakan bahawa pasukan Republik Korea (ROK), di bawah pimpinan "bandit pengkhianat Syngman Rhee", telah menyebrangi perbatasan "terlebih dahulu", dan mereka akan menangkap serta mengeksekusi Rhee.[13] Pada tahun-tahun sebelumnya, kedua Korea telah saling menyerang satu sama lain.

Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan keselamatan PBB dengan suara bulat mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK PBB, meskipun Kesatuan Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak Januari.[29] Pada 27 Jun 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan masalah ini, DK PBB, pada 27 Jun 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Kesatuan Soviet menuduh Amerika memulai campur tangan bersenjata atas nama Korea Selatan.[30]

Kesatuan Soviet menentang legitimasi perang tersebut, kerana:

  1. data perisikan Tentera Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari perisikan AS;
  2. Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32;
  3. perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, kerana perang perbatasan Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara.

Selain itu, perwakilan Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahawa untuk memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK PBB.[31][32]

Korea Utara memulakan "Perang Pembebasan Tanah Air" dengan melakukan invasi darat dan udara dengan 231.000 Tentera, yang berhasil menguasai objek dan wilayah sesuai dengan yang direncanakan seperti Kaesŏng, Chuncheon, Uijeongbu, dan Ongjin, yang mereka dapatkan setelah mengerahkan 274 Kereta kebal T-34-85, 150 pesawat tempur Yak, 110 pesawat pengebom, 200 artileri, 78 pesawat latihan Yak, dan 35 pesawat mata-mata.[13]

Sebagai tambahan pasukan invasi, Tentera Utara memiliki 114 pesawat tempur, 78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di Korea Utara.[13] Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil, juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.

Di pihak lain, Tentera Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahawa Tentera Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Jun 1950. Tentera Korea Selatan hanya memiliki 98.000 Tentera (65.000 Tentera tempur, 33.000 Tentera penyokong), tidak memiliki Kereta kebal, dan 22 pesawat yang terdiri dari 12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat pangkalan AS di Jepun.[13]

Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak Tentera Korea Selatan — yang kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee — lari ke selatan atau malah berkhianat dan bergabung dengan Tentera Korea Utara.[7]

Aksi Polisional: campur tangan Amerika Syarikat

Jeneral MacArthur, UN Command CiC (duduk), mengamati penembakan laut di Incheon dari USS Mt. McKinley, 15 September 1950.Infantri AS mengambil posisi, 1950–53.Seorang anak Korea melintasi Kereta kebal M-46.Seorang askar infantri menenangkan seorang rakan seperjuangan saat genting dalam perang ini.Kereta kebal AS di Song Sil-li, Korea, 10 Januari 1952.

Meskipun terjadi demobilisasi besar-besaran pasca Perang Dunia Kedua di tubuh sekutu, ada sepasukan Tentera AS di Jepun dengan jumlah yang cukup besar di bawah pimpinan Jeneral MacArthur. Mereka bisa melawan Korea Utara.[7] Selain AS, di sana, Inggris juga memiliki kekuatan tempur yang hampir sama besarnya.

Pada hari Sabtu, 24 Jun 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi tahu Presiden Harry S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea Selatan."[33][34] Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan sebagai respon yang akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan, yang setuju bahawa Amerika Syarikat harus mengusir agresi militer, lalu menghubungkannya dengan agresi Adolf Hitler pada tahun 1930 (yang ketika itu didiamkan AS). Kesalahan seperti itu tidak boleh terulang.[35] Presiden Truman mengakui bahawa pertempuran ini berkaitan dengan usaha Amerika mencegah komunisme yang semakin mengglobal:

"Komunisme sedang beraksi di Korea, sebagaimana yang dilakuan Hitler, Mussolini, dan Jepang lakukan sepuluh, lima belas, dan dua puluh tahun yang lalu. Saya merasa yakin bila Korea Selatan dibiarkan jatuh, pemimpin Komunis akan semakin melebarkan kekuasaannya hingga ke negara dekat pantai kita sendiri. Jika komunis dibiarkan memaksakan kehendak mereka di Republik Korea tanpa perlawanan dari dunia yang bebas, negara-negara kecil lainnya akan kehilangan keberanian untuk melawan ancaman dan agresi dari tetangga Komunisnya yang lebih kuat."[36]

Presiden Harry S. Truman mengumumkan bahawa AS akan melawan "agresi yang tidak diprovokasi" dan "bersemangat mendukung upaya dewan keselamatan [PBB] untuk mengakhiri pelanggaran serius terhadap perdamaian.[37] Pada Ogos 1950, Presiden dan Sekretaris Negara dengan mudah membujuk Kongres mengegolkan $12 miliar untuk menambah anggaran militer di Asia yang penting untuk mencapai tujuan National Security Council Report 68 (NSC-68), penahanan global AS terhadap komunisme.[37]

Atas rekomendasi Acheson, Presiden Truman memerintahkan Jeneral MacArthur mengirim material kepada Tentera Republik Korea dan memberikan perlindungan udara pada evakuasi warga negara Amerika Syarikat. Akan tetapi, presiden menolak mengebom Korea Utara secara langsung. Selain itu, presiden juga memerintahkan Armada ke-7 AS untuk melindungi Taiwan, yang meminta untuk ikut bertempur di Korea. Akan tetapi presiden menolak permintaan itu dengan alasan dapat memancing kemarahan China.[38]

Pertempuran Osan adalah pertempuran besar pertama antara AS dan Korea Utara di Perang Korea.[7] Pada 5 Juli 1950, Task Force Smith menyerang Korea Utara di Osan, namun kerana tidak membawa senjata yang mampu menghancurkan Kereta kebal Korea Utara, mereka gagal, dengan total 180 orang tewas, terluka, atau tertangkap. Korea Utara maju ke Selatan, memaksa Divisi ke-24 AS mundur ke Taejeon, yang di kemudian hari juga berhasil dikuasai Korea Utara pada Pertempuran Taejon;[7] Divisi ke-24 menderita 3.602 tewas atau terluka dan 2.962 ditangkap—termasuk komandan divisi Mayor Jendral William F. Dean.[7] Di udara, Angkatan Udara Korea Utara menembak jatuh 18 pesawat tempur dan 29 pengebom AS; sementara AS hanya menjatuhkan 5 pesawat tempur Korea Utara.

Pada bulan Ogos, Korea Utara berhasil menekan Korea Selatan dan Tentera AS ke kota Pusan di tenggara semenanjung Korea.[7] Dalam serangan itu, Korea Utara menyasarkan pembunuhn terhadap para cendekiawan yang menyokong pihak Selatan termasuk pegawai negeri dan kaum intelektual.[7] Pada 20 Ogos, Jeneral MacArthur memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung bahawa ia bertanggung jawab terhadap kekejaman Tentera Korea Utara.[7][25] Hingga bulan September, Tentera PBB hanya bisa mengawal pinggiran kota Pusan, atau hanya 10% dari wilayah Korea.

Ketegangan yang meningkat

Perang udara: USAF menyerang Wonsan selatan rel kereta api, pantai timur Korea Utara.

Dalam keputusasaan di Pertempuran Perimeter Pusan (Ogos-September 1950), Angkatan Darat Amerika Syarikat menahan serangan Tentera Utara yang bermaksud merebut kota. Tak lama kemudian, USAF dapat menghambat logistik Tentera Utara dengan menghancurkan 32 jembatan.[7]. USAF juga menghancurkan depot logistik, penyulingan minyak, dan pelabuhan untuk menghambat pasokan material Tentera Utara. Sebagai akibatnya, Tentera Utara di semenanjung Selatan tidak bisa mendapatkan pasokan.

Di saat yang sama, garnisun AS di Jepun terus-menerus mengirim Tentera dan bahan untuk memperkuat Perimeter Pusan.[7] Batalion Kereta kebal dikerahkan ke Korea dari San Francisco (di daratan Amerika Syarikat); pada akhir Ogos, Perimeter Pusan memiliki sekitar 500 buah Kereta kebal.[7] Pada awal September 1950, Tentera Republik Korea dan pasukan komando PBB menyerang balik 100.000 Tentera Utara dengan 180.000 pasukan.[7][13]

Pertempuran Incheon

Rencana utama: Pertempuran Incheon

Keadaan di Pusan Perimeter telah berbalik; Tentera Utara mulai kekurangan orang dan pasokan sementara di sisi Republik Korea pasukan telah mendapatkan tambahan senjata dan amunisi.[7] Untuk membantu pertahanan di Perimeter Pusan, Jeneral MacArthur merekomendasikan sebuah pendaratan amfibi di Incheon, di belakang garis pertahanan Korut.[7] Pada 6 Juli, ia memerintahkan Mayor Jeneral Hobart Gay, komandan Divisi Kavaleri pertama, untuk merencanakan pendaratan amfibi tersebut pada 12—14 Juli, Divisi Kavaleri pertama berangkat dari Yokohama untuk membantu Divisi Invantri ke-24.[39]

Operasi yang disebut sebagai Operasi Chromite ini dilaksanakan saat gelombang ombak mengganas.[7] Jeneral McArthur telah lama merencanakan penyerbuan ini, namun Pentagon selalu mencegahnya.[7] Ketika mendapatkan otoritas, ia mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 70.000 infantri Divisi Marinir Pertama, Divisi Infantri ke-7, dan 8.600 Tentera Republik Korea.[7] Pada tanggal hari-h tanggal 15 September, tim penyerang menghadapi sedikit—namun kuat—Tentera Utara; intelijen militer, operasi psikologis, pengintaian, dan pengeboman turut berperan dalam operasi ini. Pengeboman itu sendiri menghancurkan sebagian besar kota Incheon.[7]

Pendaratan Incheon memungkinkan Divisi Kavaleri Pertama untuk mulai menyerang ke bagian utara. Mereka maju 106.4 batu ke dalam wilayah musuh dan kemudian bergabung dengan Divisi Infantri Ke-7 di Osan. Perlahan-lahan mereka menghabisi Tentera Utara, dan mengepung askar yang masih tinggal di wilayah Korea Selatan;[7] dengan cepat, Jeneral MacArthur merebut kembali Seoul;[7] namun Tentera Utara yang nyaris terkepung berhasil kabur ke Utara dengan hanya 25,000 hinga 30,000 orang askar tinggal.[40]

Serangan PBB: Invasi ke Korea Utara (September–Oktober 1950)

Rencana utama: Serangan PBB, 1950

Pada tanggal 1 Oktober 1950, Komando PBB mendorong Tentera Utara hingga ke Utara, melewati garis selari ke-38, Republik Korea kemudian mengejar mereka masuk ke wilayah Korea Utara.[7] Enam hari kemudian, pada 7 Oktober, dengan otorisasi dari PBB, pasukan Komando PBB mengikuti pasukan Republik Korea menyerang ke wilayah Utara.[7] Angkatan Darat AS kedelapan dan Tentera Republik Korea menyerang ke bagian Barat Korea, dan berhasil merebut Pyongyang, ibu kota Korea Utara, pada 19 Oktober 1950. Di akhir bulan, pasukan PBB menahan 135,000 tawanan perang; dan mereka melihat adanya perpecahan di Tentera Korea Utara.

Jeneral MacArthur dan beberapa politisi Amerika sempat mengusulkan untuk menyerang Komunis China untuk menghancurkan depot Tentera Rakyat China yang memasok kebutuhan perang Korea Utara, namun Presiden Truman tidak setuju, dan memerintahkan Jeneral MacArthur tidak melewati perbatasan China-Korea.[7]

Pertempuran urban:Marinir Amerika Syarikat bertempur untuk merebut ibu kota Korea Utara.

campur tangan China

Pada 27 Jun 1950, dua hari setelah Korea Utara diserang dan tiga bulan sebelum campur tangan China untuk Perang Korea, Presiden Truman mengirimkan Armada 7 AS ke Selat Taiwan, untuk melindungi Republik Nasionalis China dari ancaman Republik Rakyat China (RRC).[41] Tanggal 4 Ogos 1950, Mao Zedong melapor kepada Politburo bahawa ia akan melakukan campur tangan bila Tentera Relawan Rakyat (PVA) sudah siap untuk dimobilisasi. Pada 20 Ogos 1950, Perdana Menteri Zhou Enlai menginformasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahawa "Korea adalah tetangga China... Rakyat China harus terlibat mencari solusi untuk masalah Korea "-dengan demikian, melalui diplomat dari negara netral, China memperingatkan AS, bahawa dalam menjaga keselamatan negara China, mereka akan melakukan campur tangan terhadap Komando PBB di Korea.[7] Presiden Truman menafsirkan pesan ini sebagai "sebuah usaha untuk pemerasan terhadap PBB", dan mengabaikannya.[42] Politburo mengizinkan campur tangan China di Korea pada tanggal 2 Oktober 1950-sehari setelah Tentera Republik Korea menyeberangi perbatasan 38-garis selari.[43] Kemudian, China melakukan pendakwaan bahawa pesawat-pesawat pembom AS telah melanggar wilayah udara nasional RRC dalam perjalanannya menuju Korea Utara sebelum China melakukan invervensi di Korea Utara.[44]

Senjata AS:Tentara Amerika Syarikat mengawaki sebuah 105 mm howitzer, Uirson, Korea, Ogos 1950.Operasi sapu-bersih: Marinir pertama Divisi Infantri menahan Tentera PVA di front tengah, Hoengsong, Korea, 2 Maret 1951.

Pada bulan September, di Moskow, Perdana Menteri RRC Zhou Enlai menambahkan tekanan diplomatik dan personal dalam telegram Mao kepada Stalin, meminta bantuan militer dan material. Stalin menundanya; Mao dijadwalkan kembali meluncurkan "Perang Melawan Bala Bantuan Amerika dan Korea" dari 13 ke 19 Oktober 1950. Kesatuan Soviet hanya mahu memberikan bantuan serangan udara di bagian Utara Sungai Yalu. Namun Mao menganggap bantuan itu tidak berguna kerana pertempuran lebih banyak terjadi di sisi Selatan sungai tersebut.[45] Soviet juga membatasi bantuannya dan hanya mahu mengirimkan material berupa truk, senjata mesin, granat, dan sejenisnya.[46]

Pada 8 Oktober 1950, sehari setelah Tentera AS menyebrang ke wilayah Korea Utara, Mao Zedong memerintahkan Tentera Pembebasan Rakyat Frontier Barat Laut direorganisasi ke dalam People's Volunteer Army (PVA),[47] yang sedang bertempur dalam "Perang Melawan Amerika dan Membantu Korea." Mao menjelaskan kepada Stalin: "Bila kita membiarkan Amerika Syarikat menduduki seluruh Korea, kekuatan revolusioner Korea akan mendapatkan kekalahan telak, penjajah Amerika akan merajalela dan memberikan efek negatif terhadap seluruh Timur Jauh."

Pengintaian udara AS mengalami kesulitan menemukan unit PVA pada siang hari kerana disiplin yang mereka miliki.[7] PVA bergerak dari "malam-ke-malam" (19.00-03.00) dan membuat kamuflase agar tak terlihat dari udara pada jam 05.30. Pada siang hari, mereka mengirim tim untuk mencari lokasi istirahat dan mendirikan bivak. Bila pesawat melintas, mereka diharuskan untuk diam tak bergerak hingga pesawat tersebut menghilang. Perwira PVA diperbolehkan menembak pasukannya yang dianggap dapat mengancam keselamatan pasukan.[13] Disiplin yang keras seperti itu membuat tiga divisi pasukan berjalan sejauh 286 batu (460 km) dari An-tung, Manchuria, ke medan pertempuran dalam 19 hari; divisi lain yang melewati daerah pergunungan berliku mampu berjalan rata 18 batu (29 km) setiap harinya selama 18 hari.

Pada 10 Oktober 1950, Batalion Kereta kebal ke-89 digabungkan dengan Divisi Berkuda Pertama, menambah jumlah kendaraan baja yang tersedia untuk menyerang ke Utara. Pada 15 Oktober, setelah menghadapi pihak Utara, Rejimen Berkuda ke-7 dan Charilie Company, Batalion Kereta kebal ke-70 berhasil menguasai kota Namchonjam. Pada 17 Oktober, mereka menyerang lewat arah kanan, menjauhi jalan utama, untuk menguasai Hwangju. Dua hari kemudian, Divisi Pertama Kavaleri menguasai Pyongyang, ibu kota Korea Utara, sehingga pada 19 Oktober 1950 Tentera AS sepenuhnya menguasai Korea Utara.

Di tempat lain, 15 Oktober 1950, Presiden Truman dan Jen. MacArthur bertemu di Wake Island di tengah Lautan Pasifik.[7] Kepada Presiden Truman, Jen. MacArthur berspekulasi bahawa kecil risiko China akan campur tangan di Korea;[7] bahawa kesempatan Tentera China membantu pihak Utara telah hilang; bahawa China memiliki 300.000 Tentera di Manchuria, dan sekitar 100.000-125.000 Tentera di Sungai Yalu; dan menyimpulkan bahawa meskipun setengah dari seluruh Tentera menyebrang ke Selatan, mereka dapat dengan mudah dihancurkan kerana tidak memiliki perlindungan udara.[40][48]

Setelah menghadapi dua pertempuran kecil pada 25 Oktober, pertempuran besar pertama antara China-Amerika terjadi pada 1 November 1950; jauh di wilayah Korea Utara, ribuan Tentera China mengepung dan menyerang unit Komando PBB dalam Pertempuran Unsan.[49] Di Barat, akhir November, di sepanjang Sungai Chongchon, Tentera China menyerang dan mengalahkan beberapa divisi Korea Selatan, dan menghabisi Tentera PBB yang tinggal.[7] Pasukan PBB dan Tentera ke-8 AS berhasil bergerak mundur[50] kerana mendapat dukungan Brigade Turki yang menahan serangan China selama 4 hari (26-30 November). Di Timur, pada Pertempuran Waduk Chosin, dan Regimental Combat Team Divisi Infantri ke-7 (3000 Tentera) dan divisi marinir (12.000—15.000 marinir) juga mundur setelah dikepung, dengan total tewas secara keseluruhan 15.000 orang.[51]

Awalnya, infantri Tentera China di garis depan tidak memiliki persenjataan berat maupun crew-served light infantry weapons, namun dengan cepat mereka menutupi kelemahan yang mereka miliki; dalam How Wars Are Won: The 13 Rules of War from Ancient Greece to the War on Terror (2003), Bevin Alexander melaporkan:

Metodenya adalah dengan menggabungkan unit-unit peleton yang terdiri dari 50 orang ke dalam kompi yang berisi 200 orang, yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa unit kecil. Satu tim memotong jalan lari tentara Amerika, yang lainnya menyerang baik dari arah depan maupun samping secara bersamaan. Penyerangan berlanjut dari segala arah hingga pasukan musuh dihancurkan atau terpaksa kabur.

Dalam South to the Naktong, North to the Yalu, R.E. Appleman menggambarkan taktik menyerang Tentera China:

Dalam Serangan Fase Pertama, tentara infantri ringan menjalankan taktik penyerangan, umumnya tidak membawa senjata yang lebih besar dari mortar. Serangan mereka menggambarkan betapa pasukan China sangat terlatih, disiplin, dan sangat ahli dalam penyerangan di malam hari. Mereka ahli dalam seni kamuflase. Unit patroli ahli dalam menemukan posisi musuh. Mereka merencanakan serangan mereka dari sisi belakang musuh, memotong jalur mundur dan persediaan mereka, kemudian menyerang dari depan dan samping untuk mengendapkan pertempuran. Mereka juga melakukan taktik yang mereka sebut sebagai hachi Shiki, di mana mereka membentuk formasi-V dan membiarkan musuh masuk ke formasi itu, kemudian memerintahkan pasukan lain menunggu di formasi V untuk mencegat pasukan musuh lainnya yang berusaha menyelamatkan pasukan yang sedang terkepung. Taktik ini berhasil di Onjong, Unsan, dan Ch'osan, namun tidak sepenuhnya berhasil di Pakch'on dan Ch'ongch'on.[13]

Pada akhir November, Tentera China berhasil mengusir pasukan Komando PBB dari timur laut Korea Utara, hingga melewati perbatasan garis selari ke-38. Pasukan PBB lari ke pantai timur dan membangun pertahanan di kota pelabuhan Hungnam—dan menunggu bantuan di sana. Pada Disember 1950,[7] 193 kapal yang membawa 105.000 Tentera, 98.000 penduduk sipil, 17.500 kendaraan, dan 350.000 ton suplai tiba di Pusan, di bagian selatan tanjung korea.[7] Sebelum kabur, pasukan Komando melakukan operasi untuk menghambat pergerakan pasukan musuh dengan menghancurkan sebagian besar kota Hungam[40][52] dan, pada 16 Disember 1950, Presiden Truman mendeklarasikan keadaan kedaruratan nasional melalui Proklamasi Presidensial No. 2914, 3 C.F.R. 99 (1953),[53] yang berlaku hingga 14 September 1978.[54]

Penyerangan Musim Dingin China (awal 1951)

USAF firepower: B-26 Invaders bomb logistics depots in Wonsan, North Korea, 1951.

Pada bulan Januari 1951, Tentera China dan pihak Utara melaksanakan Penyerangan Fase Ketiga (atau dikenal pula dengan sebutan "Penyerangan Musim Dingin China") menggunakan taktik serangan malam di mana Tentera PBB secara diam-diam dikepung kemudian diserang tiba-tiba. Penyerangan itu juga didukung oleh bunyi-bunyi trompet dan gong dengan tujuan sebagai alat komunikasi kepada pasukan yang menyerang sekaligus membuat pasukan musuh mengalami disorientasi secara mental. Pasukan PBB tidak memiliki pengalaman menghadapi taktik seperti ini dan sebagai hasilnya beberapa pasukan langsung lari meninggalkan persenjataannya ke arah Selatan.[7] Penyerangan Musim Dingin China ini berhasil membuat pasukan PBB kewalahan. Tentera China dan pihak Utara berhasil menguasai Seoul pada 4 Januari 1951.

Selain kekalahan itu, Tentera AS juga mengalami pukulan telak setelah Jendral Walker tewas akibat kecelakaan mobil, yang membuat moral pasukan menurun.[7] Kejadian ini hampir memaksa Jendral MacArthur menggunakan bom atom untuk menyerang China dan pihak Utara serta memotong jalur persediaan mereka.[55] Akan tetapi, dengan datangnya pengganti Walker, Letnan-Jendral Matthew Ridgway, moral pasukan kembali meningkat.[7]

Pasukan PBB di bagian barat mundur ke Suwon, di bagian tengah mundur ke Wonju, di bagian timur mundur ke Samchok, di mana garis depan distabilisasi dan dipertahankan.[7] Tentera China mulai kehabisan logistik dan terpaksa membatalkan rencananya menyerang lebih jauh;[7] makanan, amunisi, dan material dibawa di malam hari, dengan berjalan kaki atau sepeda, melewati Sungai Yalu. Pada akhir Januari, setelah menemukan bahawa musuh telah meninggalkan garis pertempuran, Jendral Ridgway memerintahkan operasi mata-mata yang dikenal sebagai Operasi Roundup (5 Februari 1951) yang berlangsung secara bertahap sambil mempertahankan superioritas udara Tentera PBB.[7] Operasi ini sukses dan mengakibatkan Tentera PBB mampu mencapai Sungai Han dan menguasai Wonju.[7] Pada pertengahan Februari, Tentera China menyerang balik dengan Penyerangan Fase Keempat, yang dilancarkan dari Hoengsong menghadapi Tentera AS di Chipyong-ni, di bagian tengah.[7] Tentera AS dan Tentera Prancis berjuang menghadapi serangan itu dalam sebuah pertempuran singkat namun cukup menghambat efektivitas serangan China.[7]

Pada dua minggu terakhir Februari 1951, Operasi Roundup diikuti oleh Operasi Killer (pertengahan Februari 1951) yang dilancarkan oleh Angkatan Bersenjata ke-8. Operasi tersebut merupakan serangan berskala penuh untuk menewaskan sebanyak mungkin Tentera KPA dan PVA.[7] Operation Killer berakhir dengan I Corps menduduki kembali wilayah di sebelah selatan sungai Han, dan IX Corps merebut Hoengsong.[7] Pada 7 Maret 1951, Angkatan Bersenjata ke-8 melancarkan Operasi Ripper, dan berhasil mengusir PVA dan KPA dari ibu kota Korea Selatan pada 14 Maret 1951.[7][56]

Pada tanggal 11 April 1951, Kepala Komando Truman membebastugaskan Jendral MacArthur, Panglima Tertinggi di Korea, kerana dianggap melakukan pembangkangan[7] dan menunjuk Ridgway Jendral untuk menggantikannya.[7] Serangan-serangan berikutnya, antara lain operasi Courageous (23-28 Maret 1951) dan Tomahawk (23 Maret 1951), berhasil mendorong mundur Tentera China dan pihak Utara. Tentera PBB maju ke "Garis Kansas", bagian utara garis selari ke-38.[7]

Hill 105: Tentera China terbunuh dalam pertempuran melawan Divisi Pertama Marinir, Korea, 1951.

China melakukan serangan balasan pada bulan April 1951, dengan Penyerangan Fase Kelima (dikenal pula sebagai "Penyerangan Musim Semi China") dengan tiga Tentera lapangan (field army) (sekitar 700.000 orang)[7] Serangan utama terjadi di Sungai Imjin (22-25 April 1951) dan Kapyong (22-25 April 1951), yang dipertahankan mati-matian oleh Tentera AS dan menumpulkan daya dorong Penyerangan Fase Kelima dan akhirnya berenti di No-name Line di Utara Seoul.[7] Pada tanggal 15 Mei 1951, Tentera China di timur menyerang Tentera Republik Korea dan Amerika Syarikat, namun berhasil dihentikan tanggal 20 Mei.[7] Pada akhir bulan, Angkatan Darat Amerika Syarikat melakukan serangan balasan dan merebut kembali "Line Kansas", tepat di bagian Utara garis selari 38.[7] PBB kemudian menghentikan serangan dan bertahan di sana, mengakibatkan keadaan kebuntuan hingga gencatan senjata tahun 1953.

Kebuntuan (Juli 1951—Juli 1953)

Pada tahun-tahun berikutnya, Tentera PBB dan China tetap berperang, namun perubahan wilayah kekuasaan tidak banyak berubah dan terjadi kebuntuan. Sementara pengeboman wilayah Korea Utara terus berlangsung, perundingan gencatan senjata dimulai tanggal 10 Juli 1951 di Kaesong.[7][7] Pertempuran juga terus berlangsung meskipun perundingan tengah berjalan; tujuan Korsel-PBB adalah untuk merebut kembali seluruh Korea Selatan dan menghindari kehilangan wilayah.[7] Tentera China dan pihak Utara juga melakukan operasi serupa serta melakukan operasi-operasi psikologikal. Pertempuran-pertempuran utama dalam fase ini antar alain Pertempuran Bloody Ridge(18 Ogos—15 September 1951)[7] dan Pertempuran Heartbreak Ridge (13 September—15 Oktober 1951), Pertempuran Old Baldy (26 Juni—4 Ogos 1952), Pertempuran White Horse (6–15 Oktober 1952), Pertempuran Triangle Hill (14 Oktober—25 November 1952), dan Pertempuran Hill Eerie(21 Maret—21 Jun 1952), pengepungan Outpost Harry (10—18 Jun 1953), Pertempuran Hook (28—29 Mei 1953), dan Pertempuran Pork Chop Hill (23 Maret—16 Juli 1953).

Pergolakan dan perubahan wilayah kekuasaan hingga mengalami kebuntuan.

Negosiasi gencatan senjata berlanjut selama dua tahun;[7] di Kaesong (Korea Utara bagian Selatan), kemudian di Panmunjon (perbatasan kedua Korea).[7] Problem utama dari negosiasi ketika itu adalah repatriasi tawanan perang.[7] China, Korea Utara, dan Tentera PBB tidak bisa membuat kesepakatan kerana banyak Tentera China dan Korea Utara yang menolak kembali ke Utara.[57] Dalam perjanjian gencatan senjata terakhir, sebuah Suruhanjaya Repatriasi Negara-Negara Netral dibentuk untuk mengurusi masalah tersebut.[7][58]

Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November 1952, presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk mempelajari hal-hal yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea.[7] Pada 27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara, China, dan Tentera PBB sehingga mereka sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan batas di garis selari ke-38. Dalam persetujuan tersebut tertulis bahawa pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi Korea. Tentera PBB, yang didukung oleh Amerika Syarikat, Korea Utara, dan China menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan Syngman Rhee menolak untuk menandatangani perjanjian itu, karenanya Republik Korea dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.[59]

Hujung Pertempuran Chosin: Operasi Glory

Setelah perang, pasukan PBB menguburkan pasukannya yang tewas di pemakaman sementara di Hŭngnam. Dengan Operasi Glory (Juli-November 1954), masing-masing pihak saling bertukar mayat pasukannya. Mayat 4.167 angkatan darat dan Korps Marinir AS ditukar dengan 13.528 mayat Tentera China dan pihak Utara. Sebanyak 546 penduduk sipil yang tewas di kamp tahanan perang PBB diserahkan kepada pemerintahan Korsel.[60] Setelah Operasi Glory, 416 "prajurit tak dikenal" dimakamkan di Punchbowl Cemetery, Hawaii.[61][62]

Memorial Perang Korea dapat ditemukan di setiap markas PBB di negara-negara yang terlibat dalam Perang Korea; pada gambar terlihat memorial yang terletak di Pretoria, Afrika Selatan.

Rujukan

WikiPedia: Perang_Korea http://www.vac-acc.gc.ca/general/sub.cfm?source=hi... http://www.aiipowmia.com/inter27/in250107skoreapw.... http://www.bethanylacina.com/LacinaGleditsch_newda... http://archives.cnn.com/2000/US/06/04/korea.deaths... http://www.fsmitha.com/h2/ch24kor.html http://www.korean-war.com/turkey.html http://myhome.shinbiro.com/~mss1/failure.html http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,7... http://www.fordham.edu/halsall/mod/1950-gromyko-ko... http://www.hawaii.edu/powerkills/SOD.TAB10.1.GIF